Saat Kemarau di Talaganilem , Kuningan

MENYUSURI kawasan lereng utara kaki Gunung Ciremai, tepatnya di Kampung Pakucen Desa Kaduela Kecamatan Pasawahan Kuningan, siapa pun yang datang berkunjung, akan dihadapkan pada panorama alam dengan pepohonan hijau lebat menjulang tinggi.
Talaganilem berada di lereng utara kaki Gunung Ciremai, Kampung Pakucen, Desa Kaduela, Kecamatan Pasawahan Kuningan.

Kawasan Wanawisata Perum Perhutani KPH Kuningan Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Linggarjati ini dapat dinikmati fenomena alamnya sejak pagi hingga sore hari. Foto diambil pekan lalu.

Selama ini, kawasan yang berada di lahan Perum Perhutani KPH Kuningan, wilayah kerja Resor Polisi Hutan (RPH) Pasawahan, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Linggarjati, hanya dikenal dengan Talaga Remisnya, padahal masih banyak talaga (telaga) lainnya yang dapat dinikmati keasriannya.

Di kawasan wanawisata yang terletak di ketinggian 220 m dpl, dengan curah hujan 3.000 mm/tahun, dan suhu udara 25-30 C. Letaknya berbatasan antara Kab. Kuningan dan Kab. Majalengka, hingga saat ini setidaknya terdapat delapan telaga alam, yaitu Talaganilem, Situ Ayu Salintang, Talagaleat, Talagadeleg, Talagaleutik, Talagaburuy, Talagatespong, dan Sumur Jalatunda. Masing-masing nama telaga tersebut mempunyai sejarah mengapa dinamai demikian.

Salah satu telaga yang kini menjadi bahan pembicaraan para pelancong dan tengah dilakukan penataan adalah Talaganilem. Fenomena alam di saat musim kemarau seperti sekarang ini, pengunjung akan dibuat takjub sejak matahari terbit hingga tenggelam.


Di saat musim kemarau seperti saat ini, airnya yang bening seperti kaca, sesekali menciptakan kilatan akibat pantulan cahaya matahari yang menerobos di antara pepohonan sonokeling, malaka, dan kosambi, yang banyak tersebar di sekitar telaga. Bayangan pepohonan yang menjulang tinggi di air telaga, juga menciptakan keindahan tersendiri.

Suguhan fenomena alam dapat wisatawan rasakan sejak pagi hari. Air telaga yang kebiru-biruan terlihat mengembun saat cahaya matahari pagi mengenai permukaan air, di saat itu pula terdengar suara-suara gemercik air keluar dari sejumlah lubang sumber air.

Momentum siang hari yang banyak diabadikan oleh sejumlah wisatawan domestik. "Karena pada umumnya mereka hanya ingin menikmati suasana telaga," ujar Wawan, salah seorang Jagawana RPH Pasawahan.

Padahal, fenomena alam menjelang petang justru semakin mengasyikkan, suasana sekitar telaga berubah yang meredup karena rerimbunan pepohonan tidak mampu ditembus sinar mentari memberikan kenikmatan tersendiri. "Di saat inilah banyak keajaiban yang dapat pengunjung nikmati. Bukan hanya kesejukan udara atau suara burung-burung yang kembali pulang ke sarangnya tetapi perubahan warna air yang sangat menakjubkan," terang Wawan.

Air telaga yang semula bening seperti kaca, berangsur-angsur bersamaan turunnya mentari keperaduan berubah menjadi kebiru-biruan. Semakin senja warna air semakin membiru dan di bagian telaga yang tertutup dedaunan pohon perdu warna air terlihat agak kehijau-hijauan.

Mendekati malam, kita akan dihadapkan pada fenomena alam yang sungguh menakjubkan. "Di sini kita akan merasakan kebesaran sang penciptaan, secara perlahan air telaga menyusut dan memperlihatkan dasarnya. Namun, warna air tetap membiru bahkan semakin menua karena pantulan cahaya dan bebatuan," terang Wawan.

Bersamaan dengan menyusutnya air telaga, sekelompok ikan kecil terlihat di antara bebatuan. Sisik ikan nilem yang mengilat membuat pantulan cahaya sungguh menakjubkan, tidak ubahnya cahaya kunang-kunang di malam hari.

Oleh karena itu pula, telaga yang lokasinya berada di bawah Situ Ayu Salintang yang merupakan telaga utama, dinamai Talaganilem. Warga sekitar menamai telaga dengan sebutan Talaganilem, karena telaga tesebut selain memberikan berkah air yang berlimpah juga karena sejak dahulu kala hingga saat ini memberikan ikan nilem yang cukup berlimpah untuk lauk pauk.

Menurut legenda yang berkembang di masyarakat sekitar Kuningan dan Majalengka, terutama Cirebon dan Jawa Barat pada umumnya, berdasarkan cerita dari orang tua yang dikisahkan secara turun-temurun, Telagaremis yang merupakan telaga utama berasal dari cucuran air mata Pangeran Salingsingan yang menangis tak henti-hentinya, ketika menerima nasihat dari Pangeran Sutajaya, yang satu-satunya kepercayaan Sultan Cirebon.

Kedua pangeran ini menangis karena mereka merasa berdosa yang telah mengkhianati negaranya, karena keduanya saling bermusuhan, terjadilah perang dan berperang terus habis-habisan. Baru berhenti setelah dilerai dan dinasihati oleh Pangeran Sutajaya. Kini makam Pangeran Selingsingan ada di tepian Danau Telagaremis yang boleh dilihat langsung oleh para pengunjung.

Talaganilem sendiri lokasinya berdekatan dengan Talagaleat di bawahan Situ Ayu Salintang. Meski di musim kemarau, kedua telaga mampu mengeluarkan air secara kontinu lebih kurang 180 liter per detik. Debit air jernih yang melimpah dari dua telaga menyatu sebesar itu, selama ini belum dimanfaatkan secara optimal.

"Air yang melimpah dari Situ Ayu Salintang, Talagaleat, dan Talaganilem, terbuang begitu saja sih tidak. Sebagian di antaranya bermanfaat juga untuk mengairi areal pertanian penduduk yang berada di bawah kawasan Talagaremis sampai Cirebon. Kalau dibanding-bandingkan antara debit air yang dibutuhkan petani dan debit yang kurang termanfaatkan, sepertinya lebih besar yang tidak termanfaatkan optimal," ujar Wawan menjelaskan.

Hasil pengamatan pihak Perhutani KPH Kuningan sendiri menunjukkan debit air yang keluar dari Situ Ayu Salintang, dengan luas genangan sekitar 3,5 hektare, pada musim kemarau diperkirakan masih di atas 250 liter per detik. "Saat diukur pada musim basah debit air yang keluar dari Situ Ayu Salintang, mencapai 350 liter per detik. Pada musim kering seperti sekarang, penurunan mungkin terjadi tetapi saya yakin pasti masih melebihi angka 250 liter per detik," ujar Wawan menjelaskan.

Air yang melimpah dari Situ Ayu Salintang (telaga terluas di Talagaremis) sebesar itu, 20 liter per detik di antaranya sejak 2001 telah dimanfaatkan untuk memasok pabrik semen PT Indocement Palimanan Cirebon. Sementara itu, sisanya yang mencapai ratusan liter per detik, selama ini belum terjual.

Bagi mereka yang tidak memiliki kendaraan pribadi, setidaknya dapat menggunakan angkutan pedesaan yang mengantarkan kita hingga di ujung jalan Desa Kaduela. Selebihnya naik ojek atau berjalan kaki menyusuri perkampungan Pakuncen yang jaraknya hanya sekitar 200 meter.

Rute perjalanan menuju Talagaremis, dari Terminal Bus atau Stasiun Kereta Api Cirebon, dapat mengambil arah ke Sumber-Pasar Keramat-Talagaremis. Rute dari Kuningan, yaitu melalui Kecamatan Cilmus-Mandirancan-Pasawahan-Talagaremis.

Sementara itu, pemilik kendaraan dari arah Bandung bisa mengambil akses jalan dari Majalengka, Rajagaluh atau Sumber yang hanya berjarak sekitar 10 kilometer. Wisatawan dari Jakarta, Indramayu, dan Cirebon dapat mengambil akses jalan Sumber yang kondisinya sangat mulus dengan jarak tempuh sekitar 20 km dari Kota Cirebon, 7 km dari ibu kota Kabupaten Cirebon, 5 km dari jalan tol Palimanan-Kanci.

Memasuki musim kemarau seperti sekarang ini merupakan waktu yang sangat tepat bagi wisatawan untuk menikmati fenomena alam Talaganilem.
*from pikiran rakyat*

No comments: